Mata Kuliah
1.
MATA KULIAH UNIVERSITAS
Pelajaran
Bahasa Arab
Bahasa
Arab adalah salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh semua Mahasisiwa UIN
Alauddin Makassar. Berikut penjelasan tentang pentingnya pelajaran Bahasa Arab
dan dijadikannya sebagai Mata Kuliah umum untuk seluruh Mahasiswa UIN Alauddin
Makassar.
Sebelum membahas mengenai pentingnya Bahasa Arab untuk
dipelajari, ada baiknya saya kemukakan dahulu definisi bahasa. Menurut Wikipedia, bahasa adalah:
1.
satu sistem
untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
2.
satu
peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran
orang lain.
3.
satu
kesatuan sistem makna.
4.
satu kode
yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan
makna.
5.
satu ucapan
yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh :- Perkataan, kalimat,
dan lain lain.)
6.
satu sistem
tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Agama ini (Islam) diturunkan di jazirah Arab, dan
tentu saja menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasinya (…mengenai
alasan mengapa Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, bisa dibaca di artikel “Alquran-Arab“…). Nah, mau tidak mau, suka
ataupun tidak suka, tidak ada jalan kita sebagai umat Islam wajib mempelajari
bahasa ini. Berikut ini* penjelasan mengapa kita wajib belajar bahasa Arab.
Sebagaimana yang telah menjadi keyakinan dalam diri
kita adalah bahwasanya jalan yang memberi kita jaminan keselamatan dan
kenikmatan Islam adalah satu dan tidak berbilang-bilang, yaitu mengilmui dan
mengamalkan ajaran al-Kitab (Alquran – efhape) dan as-Sunnah sesuai
dengan yang diajarkan Rosululloh dan dipahami oleh para sahabatnya. Dalam
hadits riwayat Imam Muslim disebutkan, “Aku tinggalkan sesuatu bersama kalian,
jika kamu berpegang teguh padanya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya,
yaitu Kitabulloh dan Sunnahku”.
Dan Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa
Al-Quran karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang pernah ada sebagaimana
firman Allah:
“Sesungguhnya
Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”
[Yusuf: 2]
Oleh karena itu tidak perlu diragukan lagi, memang
sudah seharusnya bagi seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha
menguasainya. Hal ini ditegaskan oleh firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan
sesunggunhya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam,
dia dibawa turun oleh A-Ruh Al-Amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar
kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.” [Asy-Syu’aro: 192-195]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya
ketika Alloh menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rosul-Nya sebagai penyampai
risalah (al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menjadikan generasi awal
agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami
dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu
memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi
dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Alloh dan
menegakkan syiar-syiar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi
awal dari kaum Muhajirin dan Anshor dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho
Shirotil Mustaqim: 162)
Beliau juga berkata, “dan sesungguhnya bahasa Arab
itu sendiri bagian dari agama dan hukum mempelajarnya adalah wajib,
karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itu wajib dan keduanya tidaklah bisa
dipahami kecuali dengan mempelajari bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan kaidah
di dalam ilmu ushul fiqh:
“Apa yang
tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia hukumnya juga wajib.”
Namun di sana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib
‘ain dan ada yang wajib kifayah. Dan ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan
oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Umar bin Yazid, beliau berkata,: Umar bin
Khottob menulis kepada Abu Musa Al-Asy’ari (yang isinya), “… Pelajarilah
As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab, dan i’roblah Al-Quran karena Al-Quran itu
bahasa Arab.” Dan pada riwayat lain beliau (Umar in Khothob) berkata,
“Pelajarilah bahasa Arab sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian, dan
belajarlah ilmu faroid (ilmu waris) karena sesungguhnya ia termasuk bagian dari
agama kalian.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim: 207)
Adapun pengaruh Bahasa Arab terhadap pendidikan adalah
sebagai berikut:
1. Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan
Islam sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan
melalui membaca. Allah ta’ala berfirman, “Bacalah dengan nama Rabb-mu
yang menciptakan.” (QS. Al ‘Alaq: l)
Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu
pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan.
Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam
bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman).
Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran
tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya
bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Sebagai contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati
As Sab’i Al Mutawatirati ‘Anil Aimmati Al Qurrai As Sab’ah, adalah matan
syair yang berisi pelajaran qiraah sab’ah, karangan Imam Al Qasim bin
Firah Asy Syathibi. Buku lain yang berbentuk untaian bait syair, Al
Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid karya Imam Muhammad bin Muhammad Al
Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits, ada kitab Manzhumah Al
Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al Baiquni. Dan masih banyak
contoh lainnya.
2. Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir
Dalam hal ini, Umar bin Khaththab berkata, “Pelajarilah
bahasa Arab. Sesungguhnya ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan.”
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir
seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan
perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk
mengoptimalkan daya imajinasinya. Dan ini salah satu faktor yang secara
perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang. Pasalnya, seseorang
diajak untuk merenungi dan memikirkannya. Renungkanlah firman Allah ta’ala,
“Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah
jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh.” (QS Al Hajj: 31)
Lantaran dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka
permisalan orang yang melakukannya bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang
langsung disambar burung sehingga terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal
orang musyrik, ketika ia meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai
menyambarnya sehingga terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka
hancurkan. (Tafsir As Sa’di)
3. Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan
bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas
perangai kotor.
Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata:
“Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap
daya intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat
lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani
generasi awal umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in dan meniru mereka, akan
meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”. (Iqtidha Shiratil Mustaqim,
hlm. 204)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa
Arab adalah bahasa agama Islam dan bahasa Al-Quran, tidak akan dapat memahami
Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari
penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab. Menyepelekan dan menggampangkan
bahasa Arab akan mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil (bodoh)
terhadap permasalahan agama. Marilah kita pelajarai bahasa Arab…!
2.
MATA KULIAH FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
Pengembangan
Kurikulum
Mengapa seorang calon guru atau
Mahasiswa yang berada dibawah naungan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan perlu mempelajari mata kuliah pengembangan kurikulum? Berikut penjelasannya..
Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah sering disebut pendidikan
formal, sebab sudah memiliki rancangan pendidikan berupa kurikulum tertulis
yang tersusun secara sistematis, jelas, dan rinci. Dalam pelaksanaannya,
dilakukan pengawasan dan penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian
kurikulum tersebut. Peranan kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah
sangatlah strategis dan menentukan bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Kurikulum juga memilki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam
keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak dan
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri.
Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis,
kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Dalam
kegiatan pengembangan kurikulum membutuhkan perencanaan dan sosialisasi, agar
pihak-pihak terkait memilki persepsi dan tindakan yang sama. Sedangkan dalam
pendidikan itu sendiri identik interaksi antara pendidikan (guru) dan peserta
didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pedidikan. Sebagai pendidik
professional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara
professional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
professional.
Guru merupakan titik sentral, yaitu sebagai ujung tombak dilapangan dalam
pengembangan kurikukulum. Keberhasilan belajar mengajar antara lain ditentukan
oleh kemampuan professional dan pribadi guru. Dikarenakan pengembangan
kurikulum bertitik tolak dari dalam kelas, guru hendaknya mengusahakan gagasan
kreatif dan melakukan uji coba kurikulum dikelasnya. Ini merupakan suatu fase
penting dalam upaya pengembangan kurikulum, disamping sebagai unsur penunjang
admistrasi secara keseluruhan.
Ada beberapa pokok pikiran dibawah ini yang menjelaskan mengapa seorang
calon pendidik (guru) sangat perlu mempelajari pengembangan kurikulum yaitu :
1. Guru Sebagai Pengambil Inisiatif, Pengarah, dan
Penilai Pendidikan;
Guru sebagai pelaksana kurikulum disini dijelaskan, bahwa seorang guru pada
saat dilapangan dialah yang menentukan implementasi kurikulum. Implemantasi
kurikulum disini hampir semuanya bergantung pada kreativitas dan ketekunan
seorang guru, karena dialah mengetahui situasi dan kondisi pada saat
dilapangan. Guru hendaknya mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar yang
sesuai dengan kemampuan siswa. Bahan pelajaran dan banyak mengajarkan siswa
guru hendaknya mampu memilih, menyusun dan melaksanakan evaluasi baik untuk
mengevaluasi perkembangan atau hasil belajar untuk menilai efesiensi
pelaksanaan kurikulum tersebut.
2. Guru Sebagai Pembimbing Belajar
Telah jelas
bahwa dalam kurikulum dapat dibedakan antara official atau written
curriculum dengan actual curriculum. Official atau written
curriculum merupakan kurikulum resmi yang tertulis, yang merupakan acuan
bagi pelaksanaan pengajaran dalam kelas. Actual curriculum merupakan kurikulum
nyata yang diaksanakan oleh guru-guru. Kurikulum nyata merupakan implementasi
dari official curriculum di dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan
bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), haslnya sangat
bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual).
Dengan demikian, guru memegang peranan penting baik penyusunan maupun
pelaksanaan kurikulum.
3. Guru Harus Menguasai Manejemen Kurikulum
Seorang guru
yang akan mengembangkan kurikulum dituntut menguasai manajemen pengembangan
kurikulum. Dalam mengembangkan kurikulum, setidaknya guru akan menemui delapan
problem :
a. Bagaimana membatasi ruang lingkup atau
keluasan materi;
b. Bagaimana mengaitkan relevansi materi
dengan kompetensi yang dibutuhkan;
c. Bagaimana memilih materi agar ada
keseimbangan untuk peserta didik maju dan yang lamban belajar, keseimbangan
antara tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
d. Bagaimana mengintegrasikan materi yang
satu dengan materi lainnya sehingga tidak terjadi duplikasi;
e. Bagaimana mengurutkan materi dan
kompetensi yang diperlukan;
f. Bagaimana agar materi atau
kompetensi berkesinambungan dan berjenjang;
g. Bagaimana merealisasikan artikulasi materi
atau kompetensi secara menyeluruh;
h. Bagaimanakah materi atau kompetensi yang
diberikan dapat menjangkau masa depan alias memiliki daya guna bagi kehidupan
peserta didik;
Sulit untuk mengatakan bahwa metode yang satu lebih efektif dan lebih mudah
digunakan dibandingkan yang lain. Perkembangan yang cepat pada ilmu pengetahuan
dan teknologi serta berbagai persoalan yang membutuhkan penyelesaian
antardisiplin ilmu menambah kesulitan untuk merancang atau mengembangkan suatu
kurikulum yang efektif. Prosedur dan perangkat proses pembuatan dan
pengembangan kurikulum, seperti yang telah diuraikan dalam delapan problem
pengembangan kurikulum di atas mencoba mengurangi kesulitan tersebut dengan
langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang logis.
Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa cara tersebut bukanlah resep
siap pakai untuk membuat atau mengembangkan kurikulum. Delapan problem
pengembangan kurikulum di atas harus dipandang sebagai penahapan agar suatu
proses dapat dijalankan dan diikuti. Dengan begitu proses penjaminan mutunya
lebih mudah.
4. Guru Sebagai Penentu Kuantitas dan
Kualitas Pembelajaran
Disini dijelaskan guru sebagai penentu kuntitas dan kualitas pembelajaran
dimana mereka (guru) harus mampu menjabarkan secara rinci setiap kompotensi
rumpun pembelajaran yaitu merumuskan tujuan, metode, langkah-langkah dan mampu
memotivasi siswa untuk proaktif dalam mendapatkan pengetahuan. Dengan
pengetahuan tentang pengembangan kurikulum guru dapat menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang kondisif. Dalam hal ini guru menuyusun kurikulum dalam
bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu ataupun
beberapa hari saja.
Jadi tugas guru ialah menyusun
dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran sesuai
dengan kebutuhan minat dan tahap perkembangan anak.
Sebagai
kesimpulan Mengajar merupakan suatu pekerjaaan yang bukan saja menuntut kemampuan
intelektual dan fisik, tetapi juga kemampuan psikologis dan afektif. Guru bukan
saja harus bekerja sama dengan siswa, sebagai muridnya yang sering sekaligus
juga jadi kliennya, tetapi juga harus bekerja sama dengan staf sekolah yang
lain, orang tua serta warga masyarakat.
Hal ini memberikan suatu pemahaman betapa pentingnya seorang guru sebagai
tokoh sentral dalam dunia pendidikan, sehingga kualitas guru dalam mengajar
sangat diperhitungkan untuk mencapai tujuan kurikulum yang uniform
dengan metode belajar yang beragam.
3. MATA KULIAH
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Dasar-Dasar Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Perkembangan
dinamis aplikasi manajemen berangkat dari keragaman definisi tentang manajemen.
Semula, manajemen yang berasal dari
bahasa Inggris: management dengan kata kerja to manage,
diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan menjalankan dan
mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business”
(Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner
(1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin
dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber
organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry
(1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen
sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process
consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to
determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other
resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen
Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen
kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk
mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat
sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri
dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak,
berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam
dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam
sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti dalam kegiatan
dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).
Dengan
demikian, manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya untuk memudahkan
pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola berbagai sumberdaya
organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara
efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.
2. Urgensi Manajemen
dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan
melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama
untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan
dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik
inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat
peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk
mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara
otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan
organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing
pendidikan.
Untuk menuju
point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen
pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan
sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat
institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan
pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang
bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Jika
manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan
lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme
tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga
kekerasan dalam pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya
dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan
organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar: planning, organizing,
actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi.
Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal
perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
a.
Planning
Satu-satunya
hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan
adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan masa
depan yang meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy
dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan
apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan.
Perencanaan amat penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang
berhasil, terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan
staff, dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David,
2004).
Dalam
dinamika masyarakat, organisasi beradaptasi kepada tuntunan perubahan melalui
perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The planning process can be
considered as the vehicle for accomplishment of system change”. Tanpa
perencanaan sistem tersebut tak dapat berubah dan tidak dapat menyesuaikan diri
dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam sistem terbuka,
perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan lingkungan menghendaki atau
menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu diciptakan dalam organisasi
tergantung pada rasionalitas pembuat keputusan. Bagi sistem sosial,
satu-satunya wahana untuk perubahan inovasi dan kesanggupan menyesuaikan diri
ialah pengambilan keputusan manusia dan proses perencanaan.
Dalam konteks
lembaga pendidikan, untuk menyusun kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data
yang banyak dan valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yang
berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan
sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
Menurut
Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting dilaksanakan terus menerus dalam
manajemen pendidikan sebagai implementasi perencanaan, diantaranya:
-
Merinci
tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
-
Menerangkan
atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
-
Menentukan
tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap
masing-masing personil.
-
Menetapkan
kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.
-
Mempersiapkan
uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.
-
Memilih
para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
-
Merumuskan
jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan
formulir laporan pengajuan.
-
Menentukan
keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
-
Menyiapkan
anggaran dan mengamankan dana.
-
Menghemat
ruangan dan alat-alat perlengkapan.
Hirarki Rencana
Visi,
Misi,
Tujuan
Sasaran
Strategi
Kebijakan
Prosedur dan Kebijakan
Program
Anggaran
Sumber: Terry (1986);
Kadarman et.al (1996)
b. Organizing
Tujuan
pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi dengan menerapkan tugas
dan hubungan wewenang. Malayu S.P. Hasbuan (1995) mendifinisikan
pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap individu
yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Pengorganisasian fungsi
manajemen dapat dilihat terdiri dari tiga aktivitas berurutan: membagi-bagi
tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi pekerjaan),
menggabungkan pekerjaan untuk membentuk departemen (departementalisasi), dan
mendelegasikan wewenang (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks
pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas manajerial yang
juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang
diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki berbagai unsur
yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan tepat,
baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, siswa/member, kurikulum, uang,
metode, fasilitas, dan faktor luar seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna
(1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa mempunyai dan
menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya bekerja dalam
keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang tak terpisahkan.
Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan
upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan prosedur yang
berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan yang diterima,
4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yang ada dalam pekerjaan.
c. Actuating
Dalam
pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan salah satu aspek
yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai
dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.
Menurut
Kadarman (1996) kepemimpinan dapat diartikan sebagai seni atau proses untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Kepemimpinan juga dapat didefinisikan
sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi
dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi,
mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu
entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah
komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan
kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus dapat memfasilitasi
anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa
organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat dianalogikan bahwa ia
telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang sama tanpa paksaan.
Dalam konteks
lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi
dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran
yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan.
Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah
kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan
pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan
harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian
wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama
yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
Ada tiga
keterampilan pokok yang dikemukakan Hersey dan Blanchard (1988) -sebagaimana
dikutip oleh Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen Lembaga Pendidikan
Islam- yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga
pendidikan, yaitu:
- Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training.
- Human skill-ability and judgment in working with and through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership.
- Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate group.
d. Controling
Sebagaimana
yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan
pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi
kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi;
untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan
itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan
tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan
efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam konteks
pendidikan, Depdiknas (1999) mengistilahkan pengawasan sebagai pengawasan
program pengajaran dan pembelajaran atau supervisi yang harus diterapkan
sebagai berikut:
1)
Pengawasan
yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang
dihadapi para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2)
Bantuan
dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan
untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3)
Pengawasan
dalam bentuk saran yang efektif
4)
Pengawasan
yang dilakukan secara periodik.
3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga
Pendidikan
Dalam ranah
aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah
berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam
pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah).
Berikut ini merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:
a.
Manajemen
Kurikulum
1)
Mengupayakan
efektifitas perencanaan
2)
Mengupayakan
efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3)
Mengupayakan
efektifitas pelaksanaan
4)
Mengupayakan
efektifitas pengendalian/pengawasan
b.
Manajemen
Personalia
Manajemen ini
berkisar pada staff development (teacher development), meliputi:
1)
Training
2)
Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3)
Inservice
Education (Pendidikan Lanjutan)
c.
Manajemen
Siswa
1)
Penerimaan
Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2)
Pembinaan
Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3)
Pemberdayaan
OSIS
d.
Manajemen
Keuangan
Dalam
keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan pada prinsip:
efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
e.
Manajemen
Lingkungan
Urgensi
manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh
pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan
pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society
dan stake holder identification.
Berkenaan
dengan manajemen pendidikan, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal
perbuatan haruslah berorientasi bagi pencapaian ridla Allah SWT. Bila perbuatan
manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan (ahsanul
amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT. Dengan demikian, keberadaan
manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan
implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut. Implementasi nilai-nilai
Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah
amal dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya
nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh
aktivitas organisasi.
Sebagai
kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola
pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan
sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan
aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan
oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk
menggapai keridloan Allah SWT.
lumayan bagus juga ya....good
BalasHapus